Regulasi Blockchain di Indonesia Peluang atau Hambatan? – Oke, sebelum ngomongin regulasi, kita harus paham dulu: apa sih blockchain itu?

Gampangnya, blockchain itu teknologi pencatatan digital yang datanya disimpan di banyak tempat dan nggak bisa diubah-ubah sembarangan.

Bayangin buku besar (ledger) yang semua orang punya salinannya, jadi semua transaksi bisa dilihat, diverifikasi, dan nggak bisa direkayasa. Transparan banget.

Nah, karena sistemnya nggak bergantung ke satu pihak aja, blockchain dianggap lebih aman dan adil. Cocok banget buat berbagai aplikasi, dari uang digital (crypto), supply chain, identitas digital, sampai pemungutan suara online.

Fungsi dan Potensi Blockchain dalam Kehidupan Nyata

Di Indonesia, blockchain udah mulai dipakai untuk macem-macem. Mulai dari:

  • Pengiriman uang lintas negara (remitansi) tanpa biaya tinggi,

  • Sertifikat tanah digital biar nggak gampang dipalsukan,

  • Sampai NFT karya seni lokal yang bisa dijual global.

Intinya, blockchain bisa bantu potong birokrasi, hemat waktu, dan ningkatin transparansi. Tapi semua itu butuh satu hal: regulasi yang jelas.

Regulasi Blockchain Global vs. Indonesia

Negara seperti Swiss, Singapura, Jepang, dan Uni Emirat Arab udah duluan bikin regulasi yang ramah buat teknologi blockchain. Mereka bikin sandbox (ruang eksperimen), insentif pajak, sampai zona khusus buat startup blockchain.

Hasilnya? Banyak proyek kripto global pindah markas ke sana. Mereka berani ngembangin inovasi karena jelas aturannya.

Indonesia sendiri nggak bisa dibilang telat, tapi ya belum secepat negara-negara tadi. Sejak 2019, Indonesia udah mulai bikin regulasi awal lewat Bappebti buat ngatur aset kripto sebagai komoditas digital.

Tapi blockchain itu lebih luas dari kripto. Jadi, walau kriptonya boleh, proyek berbasis blockchain lain masih banyak yang bingung: masuk kategori apa? Siapa yang ngawasin?

Payung Hukum Blockchain di Indonesia Saat Ini

Di Indonesia, pengawasan kripto jatuh ke tangan Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi), di bawah Kementerian Perdagangan.

Tapi kalau udah nyangkut teknologi blockchain untuk hal lain (misalnya sistem voting, supply chain, atau NFT seni), perannya bisa tumpang tindih ke:

  • Kominfo

  • OJK

  • Bank Indonesia

Dan itu bikin pelaku usaha jadi bingung: “Gue harus lapor ke siapa, nih?”

Undang-Undang dan Peraturan yang Berlaku Saat Ini

Saat artikel ini ditulis, Indonesia baru mengatur:

  • Kripto sebagai komoditas digital, bukan alat pembayaran.

  • Exchange harus punya izin dari Bappebti.

  • Transaksi diatur lewat Peraturan Bappebti No. 8 Tahun 2021 dan revisi-revisinya.

Tapi sayangnya, belum ada undang-undang khusus yang secara utuh ngebahas semua aspek blockchain. Dan ini jadi PR besar ke depannya.

Jenis Aset Kripto yang Legal di Indonesia

Daftar Koin yang Diizinkan

Bappebti punya daftar aset kripto yang resmi diperdagangkan di Indonesia. Beberapa yang terkenal:

  • Bitcoin (BTC)

  • Ethereum (ETH)

  • BNB

  • Solana

  • Ripple (XRP)

Dan lainnya. Jumlah totalnya mencapai 300+ jenis kripto. Tapi ini bisa berubah tergantung evaluasi rutin dari regulator.

Apakah NFT dan Stablecoin Masuk Juga?

Nah, NFT (Non-Fungible Token) dan Stablecoin masih agak ngambang. NFT belum masuk ke daftar komoditas resmi, jadi penggunaannya bisa dibilang masih di area abu-abu.

Sementara stablecoin tergantung tujuannya: kalau cuma alat transaksi, belum boleh. Tapi kalau dipakai buat sistem internal (misal reward dalam game), bisa aja.

Proses Izin Usaha dan Pengawasan Pelaku Blockchain

Buat bisa buka exchange kripto resmi, pelaku usaha wajib:

  • Punya modal minimal (biasanya miliaran rupiah),

  • Punya sistem keamanan siber ketat,

  • Menyediakan edukasi pengguna,

  • Dan melapor rutin ke Bappebti.

Sementara buat developer blockchain, selama nggak jual token ke publik, masih agak bebas. Tapi tetap kudu hati-hati, jangan sampai dianggap ilegal fundraising.

Jangan main-main: kegiatan jual-beli kripto tanpa izin bisa kena sanksi administratif bahkan pidana kalau dianggap melanggar aturan perdagangan atau keuangan.

Apakah Regulasi Ini Menghambat Inovasi?

Banyak startup merasa regulasi saat ini terlalu sempit dan fokus ke kripto doang. Padahal mereka pengen pakai blockchain buat hal lain, misalnya:

  • Sistem transparansi logistik,

  • Platform voting organisasi,

  • Atau bahkan urusan sertifikasi karya.

Tapi karena belum ada kepastian hukum, mereka mikir dua kali buat jalanin proyeknya.

Curhat Para Developer dan Komunitas Web3

Para developer lokal sering curhat di forum: “Kita pengen bikin project Web3, tapi takut salah langkah karena belum jelas legalitasnya.” Apalagi kalau sampai ngeluarin token buat reward user, bisa dianggap ICO (Initial Coin Offering) ilegal.

Di Sisi Lain, Regulasi Juga Bisa Jadi Peluang

  • Meningkatkan Kepercayaan Investor
    Investor institusi butuh kepastian hukum. Mereka nggak mau naruh duit di proyek yang bisa ditutup kapan aja sama pemerintah. Nah, regulasi yang jelas justru bisa bikin lebih banyak dana masuk.
  • Menarik Kolaborasi Internasional
    Dengan regulasi yang solid, Indonesia bisa jadi magnet buat proyek-proyek global. Bayangin aja, proyek luar yang pengen ekspansi Asia Tenggara bisa milih Indonesia kalau infrastrukturnya siap.

Tantangan Unik Regulasi Blockchain di Indonesia

  • Minimnya Edukasi Regulasi di Kalangan Umum
    Masih banyak yang nganggep semua proyek blockchain itu “scam.” Padahal enggak juga. Tapi karena edukasinya kurang, masyarakat jadi takut duluan.
  • Ketakutan Berlebih Akan Risiko
    Pemerintah juga kadang lebih fokus ke “potensi bahayanya” daripada “peluangnya.” Ini bikin regulasi cenderung kaku dan lambat.

Suara Komunitas: Mau Regulasi Tapi Jangan Terlalu Kaku

Apa yang Diminta Developer dan Komunitas Web3

Komunitas Web3 di Indonesia pengennya:

  • Regulasi yang pro-eksperimen, bukan pro-larangan,

  • Sandbox legal untuk uji coba,

  • Proteksi bagi pengguna, tapi tanpa matiin inovasi.

Peran Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI)

ABI udah mulai jadi jembatan antara komunitas dan pemerintah. Mereka bikin diskusi, workshop, sampai rekomendasi regulasi. Tapi perlu lebih banyak dukungan dan pelibatan dari komunitas lokal juga.

Harapan Terhadap Regulasi Masa Depan

  • Regulasi yang Adaptif, Bukan Represif
    Kita butuh regulasi yang bisa menyesuaikan diri dengan cepatnya perkembangan teknologi. Jangan sampai, regulasi hari ini udah basi tahun depan.
  • Transparansi dan Kolaborasi Pemerintah & Pelaku
    Semua pihak harus duduk bareng: pemerintah, developer, investor, bahkan user. Biar regulasi nggak sekadar bikin takut, tapi juga jadi fondasi pertumbuhan.

Blockchain Lokal Startup Indonesia

Contoh Proyek Blockchain Asli Indonesia

Beberapa contoh keren dari dalam negeri:

  • Vexanium — blockchain platform lokal buat smart contract,

  • TokoCrypto — exchange kripto pertama yang legal,

  • Nusameta — proyek metaverse dengan elemen blockchain lokal.

Bagaimana Mereka Menyesuaikan Diri dengan Regulasi

Mereka semua survive karena ngerti aturan mainnya. Mereka kerja sama dengan regulator, update sistem, dan edukasi pengguna.

Rekomendasi Bagi Pemerintah, Pelaku, dan Masyarakat

Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah

  • Sediakan sandbox regulasi.

  • Terbitkan UU khusus blockchain.

  • Perjelas peran masing-masing lembaga (BI, OJK, Kominfo, Bappebti).

Peran Edukasi dalam Ekosistem Blockchain

  • Media dan influencer harus bantu edukasi.

  • Kampus dan sekolah bisa masukin kurikulum Web3.

  • Komunitas lokal aktif bikin event diskusi dan workshop.

Kesimpulan

Regulasi itu bukan musuh inovasi, asal dibuat dengan niat untuk mendukung, bukan membatasi. Kalau Indonesia bisa bikin ekosistem yang sehat, jelas aturannya, dan terbuka buat diskusi, maka blockchain bisa jadi senjata rahasia buat dorong ekonomi digital kita.

Tapi kalau terlalu takut dan semuanya dilarang, ya siap-siap ditinggal pemain besar. Jadi jawabannya? Regulasi itu bisa jadi peluang emas, asal dilakukan dengan bijak.

Share.

Keingintahuan adalah sumbu dalam lilin pembelajaran.

Exit mobile version